Sebagai entitas keuangan mikro yang diperhitungkan, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) menghadapi tantangan berat di tengah kompetisi bisnis keuangan mikro yang kian kompleks di era digital.
Massifnya penetrasi bisnis keuangan mikro yang dilakukan kalangan perbankan, hingga serbuan para pelaku bisnis pinjaman online yang menjamur satu dekade terakhir, menjadikan kalangan BPR dituntut survive dan memenangi kompetisi, alih-alih terdisrupsi.
Merespons kondisi ini, Perhimpunan BPR seluruh Indonesia (PERBARINDO) bekerja sama dengan Indonesia Microfinance Expert Association (IMFEA), bersepakat untuk berkolaborasi dalam sejumlah agenda strategis sektor keuangan dan teknologi digital.
Salah satunya adalah agenda Business Matching, yang dihelat di Makassar, 26 Oktober lalu. Event itu, melibatkan juga Lembaga Penyedia Teknologi yang memberikan layanan marketplace lending-Credit Scoring–Electronic Know Your Customer (e-KYC) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).Berlangsung di Hotel Mercure Makassar, Sulawesi Selatan, dihadiri lebih dari 20 BPR seluruh Sulawesi Selatan.
Hadir dalam Business Matching itu, Perusahaan Matketplace Lending “ARTAKU” yang menawarkan sebuah aplikasi mediatif dan perantara Lembaga keuangan dengan calon nasabahnya dalam sebuah platform.
CEO ARTAKU Mr. Rocky mengemukakan, aplikasi ini bukan FINTECH, sebab ARTAKU tidak melakukan profiling calon nasabah dan tidak ikut serta dalam pengambilan keputusan dalam proses bisnis para USER-nya. Mekanismenya layaknya aplikasi GRABFOOD atau GO Food dalam memberikan layanan kepada para pihak. Pihak tenant menawarkan produk-produknya dan para user dapat memilih produk dengan bebas sesuai dengan harapan dan keinginan user (calon pembeli).
Digitalisasi dan akselerasi melalui kolaborasi lembaga keuangan (BPR/Koperasi/LKM) dengan provider IT yang menyediakan Core Banking System (CBS), Penyedia electronic Know Your Customer (e-KYC), Lembaga Penyedia Informasi keuangan (LPIP) atau Credit Scoring, Insurance Technology-INSURTECH (Asuransi yang berbasis digital), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Lembaga Pelatihan berbasis digital, sejatinya telah kelima kali ini diinisiasi oleh IMFEA. Rencananya, rangkaian kegiatan Business Matching akan roadshow di seluruh Provinsi di Indonesia.
Sebelum ini, Business Matching telah dilaksanakan bersama ASBISINDO di Purwokerto, PERBARINDO DKI Jaya di Depok-Jawa Barat, bersama LKM/LKMS di Semarang – Jawa Tengah dan PERBARINDO Komisariat Kediri di Tulungagung-Jawa Timur. Terakhir adalah helatan 26 Oktober lalu, di Makassar yang mengundang serta Perbarindo dan Dekopinwil Sulsel.
Dalam kesempatan itu, Ketua Perbarindo DPD Sulawesi Selatan Quraeni, mengemukakan, digitalisasi merupakan suatu keniscayaan karena seluruh industri di semua sektor sedang menuju digitalisasi, terutama di sector keuangan. “Insan-insan BPR sangat merespon kegiatan semacam. Selain akan memberikan informasi, edukasi, dan literasi, tentunya akan menjadi pintu masuk untuk dapat berkolaborasi dengan perusahaan teknologi,” papar Quraeni.
Dalam momen yang sama, Ketua LSP Microfinance Indonesia Ir.Bakri MM, mengatakan, mengacu pengalaman di Bank BRI, proses digitalisasi telah dimulai secara massif sejak 2014. Saat itu, melibatkan tak kurang dari 400 tenaga ahli di bidang IT dengan kompetensi masing-masing. “Sehingga saat ini manajemen Bank BRI lebih concern dalam pengembangan SDM, karena proses bisnis sebagian tergantikan oleh IT. Bahkan outlet TERAS BRI yang berjumlah sekitar 900-an telah ditutup demi efisiensi,” terang Bakri.
Transformasi “BPR Digital” dan Misi IMFEA
Ya, efisiensi nyaris menjadi ‘mantra’ agar bisnis keuangan di era digital tetap eksis. Alhasil, berbagai bentuk kemitraan produktif dan kolaborasi, adalah sebuah keniscayaan.
Ketua Umum IMFEA, Dr.Ahmad Subagyo mengemukakan, IMFEA sengaja hadir di Sulawesi Selatan bekerjasama dengan PERBARINDO SULSEL, untuk memulai Kerjasama jangka panjang. Meracik kolaborasi antar pihak untuk bersama-sama bergerak melakukan transformasi di industri BPR menjadi BPR DIGITAL.
Tantangan jarak dan lokasi bukan lagi jadi kendala besar berkat teknologi. “Teknologi digital tidak terhalang tempat dan jarak, di saat yang bersamaan suatu transaksi dapat terkoneksi dengan cepat dan mudah dengan fasilitas digital. Inilah sebuah tantangan bersama yang harus di hadapi oleh Lembaga Keuangan dari satu sisi dan UKM kita di sisi lain, agar mereka terkoneksi dalam sebuah platform digital yang sama,” papar Subagyo.
Seperti diketahui, Indonesia Microfinance Expert Association (IMFEA) merupakan organisasi nirlaba yang beranggotakan para professional, praktisi, akademisi dan peneliti dari berbagai latar belakang yang berbeda, yang concern mendorong terbukanya akses keuangan yang lebih luas kepada masyarakat berpenghasilan rendah (mikro dan kecil) di seluruh Indonesia.
Inklusi keuangan akan dapat tercapai jika literasi masyarakat meningkat dan produk layanan keuangan dari Lembaga Keuangan mampu menjangkau sasaran mereka (usaha mikro/kecil) dan masyarakat berpenghasilan rendah lainnya, yang sebagian besar berada di wilayah atau daerah remote control.
Kondisi kompetisi ke depan di pasar keuangan akan makin ketat. Kehadiran teknologi keuangan dan Bank Digital, telah menarik hampir separuh generasi milenial untuk menjadi bagian dari industri baru ini, baik sebagai pelaku maupun sebagai pasar dari industri berbasis teknologi itu.
Perubahan struktur demografis berupa membesarnya posisi tengah dari paramida penduduk kita yang berusia 21 tahun sampai 35 tahun sejak tahun 2020 hingga 2035, merupakan bonus demografi. Dinilai akan sangat mempengaruhi cara berbisnis dan bertransaksi sebagian besar masyarakat kita dan sangat tergantung pada dunia digital.
Perubahan yang tidak segera di tangkap dan diadaptasi oleh pelaku bisnis akan berdampak pada risiko bisnis baik dalam jangka pendek dan jangka menengah ke depan. Perubahan model bisnis dari front end (layanan customer dan proses bisnis) sampai ke back end (pengambilan keputusan dan pelaporan) jika dibiarkan berjalan secara konvensional-tradisional maka tingkat kecepatan-keakuratan-ketepatan dan kevalidan proses pengambilan keputusan dan layanan kepada pelanggan akan tereliminasi dengan sendirinya.
Informasi terkait dengan perkembangan teknologi keuangan, perusahaan penyedia teknologi dan jaringan serta perusahaan pendukung (Asuransi) berkolaborasi untuk memberikan layanan kepada Lembaga Keuangan lokal yang ingin berubah ke arah digitalisasi dengan biaya yang efisien dan tanpa harus investasi dalam nilai yang tinggi untuk sebuah teknologi.
“IMFEA pada 2023, berencana untuk hadir di setiap provinsi untuk menggerakkan dan mengajak insan-insan akademisi dan praktisi guna berkolaborasi membangun sinergi meningkatkan literasi dan menggunakan teknologi baik dalam Pendidikan-pelatihan serta dalam setiap transaksi keuangan yang berbasis pada digitalisasi,” pungkas Subagyo.